"Baarakallahu fiikum." Ujar salah seorang penuntut ilmu kala melanjutkan hadist arba'in berikutnya dan hal itu dilakukan oleh semua peserta majelis. Mendoakan keberkahan ilmu.

Majelis ilmu ini istimewa, untuk pertama kalinya Asa menemukan majelis dengan budaya majelis yang amat berbeda. Selama satu bulan terakhir, sebuah halaqah rutin membahas kitab kecil yang sudah masyhur di antara muslimin. Hadist Arba'in karya Imam An-Nawawi. Disebut arba'in karena buku itu terdiri dari sekumpulan hadist pilihan yang berjumlah kurang lebih empat puluh (arba'un). Selama majelis itu, peserta yang mengikuti rangkaian majelis dari awal hingga akhir akan diberikan ijazah sanad hadist arba'in yang bersambung dari gurunda, Ustadz Fadhli hingga Imam An-Nawawi dan sang Nabi.

Mereka yang sedang bermajelis dalam kebaikan, memuji Allah dan mengingat-ingat karunia-Nya maka barakah majelis itu akan tumpah ruah ke sekelilingnya. Barakah itu dapat dirasakan meski kepada mereka yang datang terlambat, dirasakan pula oleh mereka yang hanya sempat lewat melihat, bahkan dirasakan oleh mereka yang tidak sanggup bergabung dalam majelis itu. Betapa indahnya sebuah majelis yang rasul sebut sebagai bagian dari taman-taman surga-Nya.

Adapun ilmu diin, ia merupakan cahaya Allah dan cahaya Nya takkan diberi kepada mereka yang bermaksiat. Mungkin itulah sebabnya ilmu yang kita dapat tak kunjung memunculkan manfaat sebab barakah ilmu tersebut hilang sejak awal akibat adab bermajelis kita yang "biadab"

Memuliakan ilmu dan 'ulama. Kedua nilai tersebut amat terasa ruh-nya dalam majelis pada halaqah rutin itu.

Sebelum majelis dimulai, setiap peserta diwajibkan hadir dalam keadaan sudah berwudhu. Kemudian gurunda selalu membukanya dengan pujian kepada Allah, doa kepada penulis karya yang dikaji serta doa keberkahan ilmu bagi penulis, pengajar hingga pelajar yang ikut dalam lingkaran majelis.

Pernah suatu ketika salah seorang peserta meletakkan kitab arba'in-nya di atas karpet. Segeralah ia diingatkan oleh gurunda, "Letakkan kitabmu di atas, jangan letakkan sejajar dengan kakimu." Memang seperti itulah seharusnya kita memuliakan ilmu. Kemuliaannya tiada pantas disandingkan sejajar dengan anggota tubuh yang paling rendah.

Empat pertemuan pun berlalu dalam waktu kurang dari 1,5 bulan. Setiap peserta yang mengikuti majelis sejak awal tanpa terlewatkan satu pun hadist yang dibahas diberikan sebuah ijazah yang mengizinkan seseorang untuk membacakannya dan mengajarkannya kepada orang lain.

"Di sinilah letak barakah ilmu dalam Islam," Ujar gurunda di awal pelajaran, "salah satunya lewat sanad dan hal ini tidak akan kalian dapatkan dalam cabang ilmu mana pun kecuali ilmu agama Islam."

Setelah berkata seperti itu, beliau mengajarkan kepada kami bagaimana keutamaan dari sanad. Ya Rabbi, baru saja Aku tau keutamannya. Sesiapa yang belajar dengan sanad maka insya Allah barakah ilmu dari para pendahulu dalam jalur sanad itu akan sampai kepada sesiapa yang mengikuti jalur sanad itu. Apalah keutamaan kita bila dibandingkan dengan Imam An-Nawawi, terlebih para sahabat dan Nabi Muhammad. Namun, melalui sanad ini semoga keberkahan mereka pun sampai pada kita yang bukan siapa-siapa hingga kelak dapat dipertemukan dengan shalihin terbaik pada zamannya kelak di surga Nya. Jika saja kutahu sejak dulu, pasti akan kukejar keutamaan sanad itu.

Sanad merupakan hal yang istimewa dari Islam dibandingkan dengan ilmu lainnya. Sebab melalui sanadlah jalur ilmu dapat dijaga kepercayaannya. Dari siapa, kepada siapa, siapa gurunya, siapa muridnya sehingga periwayatan ilmu itu terjaga. Tak jarang kita temukan ijazah keilmuan dalam Islam itu penuh dengan tulisan berisi nama dari orang-orang yang sudah mempelajari ilmu itu lebih dahulu sebelum kita. Terlebih ijazah Al-Qur'an, bentuknya sudah seperti buku berisi nama dan do'a bukan hanya selembar kertas bertanda tangan saja. Itu sebabnya ijazah sanad rasanya lebih prestisius, valuable, istimewa daripada ijazah lainnya.

Baarakallahu fiikum :)

LTI Bandung, 8 Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar