Saya qadarallah selama ini sering menggeluti bidang pendidikan dan keluarga. Kejadian berbeda antara anak dan orang tua sudah hal yang tidak sekali atau dua kali saja menjadi pertanyaan dalam forum-forum yang saya ikuti. Biasanya perbedaan ini terjadi dalam hal:

  • Cita-cita
  • Jodoh
  • Pola asuh
  • Karir dan bisnis
  • Pendidikan

Terkait pertanyaan seputar permintaan dari orang tua, atau perbedaan non prinsip ushul (tauhid dsb) dengan orang tua ada empat rute langkah yang bisa diambil:

Pertama, kebanyakan kasus perbedaan pendapat dengan orang tua terjadi karena gap keilmuan. Apabila gap keilmuan ini bisa diselesaikan, maka salah satu benefit utamanya adalah kita sebagai anak dapat bergerak sesuai keinginan kita ditambah support full dari orang tua. Win-win. Nah kasus knowledge gap ini bentuknya beragam:

  1. Ilmu yang dipahami orang tua berbeda dengan apa yang dipahami anak. Ini sangat mungkin terjadi terutama karena kita hidup dalam dua zaman berbeda. Misal standar bekerja bagi generasi orang tua kita adalah ke luar rumah jam 9 sd 5 sore. Sehingga nampak aneh mungkin bagi keduanya melihat anak bekerja dari rumah seharian sebagai freelance atau berbisnis online.
  2. Orang tua tidak mengenali anak. Hal ini bisa disebabkan utamanya karena anak yang terlalu sibuk di luar, jarang mengajak orang tua bercerita dan semisalnya sehingga yang orang tua pahami kita masih seperti anaknya 5-10 tahun yang lalu. Padahal sudah berbeda.

Kedua, mencari jalan tengah diantara kedua keinginan. Pada solusi ini, hal yang perlu dilakukan adalah menurunkan ego kedua pihak dan mencari titik temu yang mengakomodir keinginan keduanya. Kasus sederhananya ada dalam perbedaan cita cita. Misal:

  • Orang tua ingin kita menjadi dokter
  • Kita ingin menjadi konten kreator
  • Solusi sederhana: menjadi konten kreator dunia kedokteran

Tentu kenyataan di lapangan tidak semudah ini, tapi ini sebagai contoh sederhana saja untuk memberikan gambaran saja.

Ketiga, perjuangkan keinginan orang tua. Kenapa ini jadi alternatif prioritas ketiga? Sederhana, birrul walidain. Lagi pula tidak ada yang salah dengan mengikuti keinginan orang lain terlebih orang tua selama tidak mengajak pada kemaksiatan. Dunia sekarang overglorifikasi hal-hal seperti “jangan mengejar cita-cita orang lain, kejarlah cita cita sendiri”. Padahal memenuhi cita-cita orang lain juga hal yang bagus kok. Muhammad Al Fatih saja mewariskan cita-cita leluhurnya. Shalahuddin pun demikian, padahal semasa muda Shalahuddin lebih suka dengan dunia sastra dan pelajaran diniyah.

Keempat, bergerak sesuai keinginan pribadi sambil meminimalkan potensi konflik dengan orang tua. Kenapa minimalkan potensi konflik? Barakahnya hidup salah satunya berasal dari doa dan kehadiran orang tua. Maka hindari potensi konflik sekecil apapun. Contoh sederhananya dalam hal pengasuhan:

  • Orang tua memahami bahwa keinginan anak harus dipenuhi terlebih saat tantrum
  • Kita melalui ilmu terkini memahami bahwa hal itu tidak baik karena anak jadi tidak terbiasa untuk mencoba mengontrol emosinya. Apa yang diinginkan harus serba terwujud
  • Di sini kita bermain peran seolah keinginan anak difasilitasi tanpa membohongi orang tua. Kita juga tidak perlu melaporkan keadaan tantrum anak dan pembiaran kita kepadanya saat kondisi tantrum. Kita menghindari segala bentuk perdebatan model pengasuhan dengan orang tua, mengangguk sambil tersenyum lebar saat diberikan nasihat oleh keduanya :)

Sudah lebih terbayang?

Semoga membantu

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar