Masjid Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Bandung
Sepertinya sudah lama sekali sejak terakhir kali Saya mencoba
shalat Jum’at di Masjid PUSDAI. Waktu itu tanggal 18 April 2014 Saya mencoba
untuk shalat Jum’at di salah satu masjid terbesar di kota Bandung ini. Jarak
antara masjid PUSDAI dengan kost Saya tidak terlalu jauh, mungkin hanya sekitar 400-500 meter saja. Ditempuh dengan cara berjalan kaki pun dapat sampai hanya dalam
waktu kurang dari 10 menit. Kendalanya Saya perlu menyeberangi jalan Surapati yang selalu ramai oleh kendaraan bermotor.
Saat itu Saya berangkat dari kost sekitar
30 menit sebelum khutbah Jum’at dimulai. Rupanya terlalu asyik mencuci pakaian bisa membuat kamu lupa waktu. Yang terbayang dalam benak Saya saat
shalat Jum’at di masjid besar ini adalah...
“Waduh, pasti sekarang sudah penuh dengan
jama’ah.”
Mengingat di masjid Salman hampir
tidak mungkin bisa mendapatkan shaff terdepan jika berangkat 30 menit sebelum
khutbah dimulai. Shaff terdepan pasti sudah terisi penuh, kalau beruntung Saya
bisa mendapatkan shaff kelima atau keempat. Rupanya dugaan tadi didukung
dengan ramainya suasana masjid PUSDAI bagian luar oleh banyak manusia yang
berasal dari berbagai penjuru Kabupaten Bandung.
Akan tetapi ketika Saya sampai di
bagian dalam masjid PUSDAI Saya justru terkejut sekaligus bersyukur. Saat itu
kira-kira sudah 15 menit menjelang khutbah jum’at dimulai, namun masjid ini
masih sangat sepi jika dibandingkan dengan ukuran masjidnya yang amat besar.
Bahkan shaff terdepan pun masih longgar.
Sama seperti masjid-masjid lainnya,
shaff terbelakang sudah dipenuhi oleh jama’ah, begitu pula shaff bagian
samping. Ya, memang tempat-tempat tersebut adalah tempat-tempat strategis untuk
beristirahat sambil mendengarkan “dongeng pengantar tidur” yang disampaikan
oleh khatib. It's nina bobo time...
Suasana Masjid PUSDAI 10 Menit Menjelang Adzan Jum'at
Tanpa khawatir kehabisan shaff
terdepan Saya pun menyempatkan diri untuk mengambil beberapa gambar dengan
kamera yang Saya bawa di dalam tas. Seperti biasanya sebelum khutbah dimulai
hampir di setiap masjid akan diumumkan pemasukan kotak infaq masjid selama satu
minggu atau satu bulan sebelumnya. Diumumkanlah pemasukan infaq masjid selama
satu minggu sebelumnya.
“Pemasukan infaq masjid raya PUSDAI selama
satu minggu yang lalu sebesar empat juta
sekian rupiah.” Begitulah kira-kira bunyi pengumuman yang diumumkan oleh mu’adzin sebelum khutbah
Saya kembali dibuat terkejut. Dari
jumlah jama’ah yang satiap jum’at luber hingga ke bagian luar hanya terkumpul infaq 4 juta rupiah? Pantas saja
gerakan umat ini amatlah lambat.
Umat ini perlu dukungan finansial untuk bisa bergerak lebih cepat! That's why I want to be a muslimpreneur.
Berbeda dengan pengumuman di masjid
Salman yang setiap minggunya dapat mengumpulkan kurang lebih 16 juta rupiah.
Yah jangan samakan masjid umum dengan masjid kampus yang dimakmurkan oleh
mahasiswa-mahasiswa lah... Tapi ironis juga karena jika
dibandingkan dengan masjid dekat rumah Saya yang jama’ahnya tidak seberapa maka
angka 4 juta ini sangatlah kecil, bahkan masih lebih baik masjid dekat rumah
Saya yang tiap minggunya dapat mengumpulkan 300 ribu hingga 500 ribu rupiah
dengan jama’ah seadanya.
Shalat pun dimulai dan selesai dengan
cepat, lebih cepat dari khutbah panjang yang disampaikan khatib. Saat Saya
keluar dari masjid, di depan masjid para jama’ah sudah ditodong dengan berbagai
macam barang dagangan para pedagang. Dari mulai pengasah pisau multifungsi, router
TV murah, hingga lem tikus ada semua. Saya tidak tau apakah para pedagang tadi
ikut shalat jum’at di dalam masjid atau sibuk membereskan dagangannya dan
menempati tempat-tempat strategis di sekitar masjid. Ah terserah mereka, tugas kita minimal ialah husnudzan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar