Penaklukkan Fars dan Sistan

Umar ibn Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakr Ash Shiddiq saat itu tengah merencanakan serangkaian penaklukkan ke wilayah kerjaan Persia. Dibuatlah olehnya beberapa pasukan ekspedisi militer untuk dapat mengurangi hegemoni Persia yang terus mengancam keamanan muslim di arah perbatasan timur. Pasukan pun bergerak dari arah Madinah menuju wilayah Pars dan Sistan yang berada di bawah kekuasaan Persia.

Pemberangkatan pertama, Umar memerintahkan Mujashe ibn Mas'ud untuk bergerak ke arah Ardsheer Khurra. Kemudian Allah memenangkan peperangan dengan Persia yang terjadi di tengah ekspedisi menuju Ardsheer Khurra.

Ekspedisi militer kedua dilanjutkan oleh Ustman ibn Abdul 'Aas menuju daerah Jor. Ekspedisi terus berlanjut hingga muslimin menguasai Persepolis, kota tua yang dahulu pernah menjadi ibu kota Persia.

Pada ekspedisi ketiga, terjadi sebuah peristiwa yang menarik untuk kita simak...
Sariyah ibn Zunaim namanya, orang yang dipercaya untuk melancarkan serangan pada Fars dan Darab dari arah Persepolis. Tempat tersebut adalah daerah berbukit yang masih cukup asing bagi tentara khalifah. Melihat keuntungan itu, Persia menyerang pasukan ekspedisi hingga membuat pasukan Sariyah berada dalam keadaan genting. Jauh di Madinah, muslimin terheran-heran dengan teriakan amirul mukminin. 'Umar ibn Khattab yang tengah berkhutbah di depan penduduk madinah tiba tiba saja berseru di tengah khutbahnya, "Sariyah! Ke bukit, ke bukit!"

Berita kemenangan pasukan ekspedisi atas daerah Fasa pun sampai ke Madinah melalui prajurit penyampai pesan. Pada surat tersebut Sariyah bercerita tentang peristiwa menakjubkan yang baru saja Ia alami, "Saat perang tengah berkecamuk, Aku mendengar suara yang menyuruhku untuk pergi ke arah bukit. Maka Aku pun mengarahkan pasukan ke bukit dan kami bisa lolos dari kekalahan yang ada di hadapan mata dan meraih kemenangan." Begitulah kurang lebih yang diceritakannya. Tabaarakallah


***

Rasanya selama menjadi ketua Karisma hal itu pula yang saya rasakan. Sebagaimana nasihat dari ustadz Salim pada malam tahun baru 2015 di masjid An-Nuur Biofarma, "Keberkahan pemimpin akan dirasakan oleh mereka yang dipimpinnya." Begitu pula keburukannya sebagaimana nasihat yang disampaikan oleh salah seorang sahabat. Hubungan ini dapat dilihat dari kepemimpinan seorang Umar ibn Abdul Aziz. Bunyi dari hukum itu sederhana,

"Jika kepalanya baik, maka jasadnya pun tidak akan memiliki masalah."


Amat selaras dengan firman-Nya, bukan?

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, 
pastilah Kami akan melimpahkan mereka berkah dari langit dan dari bumi" 
~ Al-A'raf: 96 ~

Tidak jarang rasanya keadaan diri langsung tercermin begitu saja oleh pembina-pembina Karisma. Saat hati tengah dirundung duka, tiba-tiba mereka yang tengah dipimpin bersikap mellow sampai-sampai dua minggu mellow itu saya sebut sebagai minggu baper Karisma. Saat hati tengah galau pun begitu, rasanya sekitar pun menjadi serba merasa galau. Saat keadaan diri tengah bahagia dan penuh energi, orang-orang di sekitar pun rasanya menjadi begitu energik dan bergembira. Ketika ibadah terutama shalat tengah tidak tertata, masalah pun timbul. Hubungan itu seolah nampak begitu jelas dan terkadang membuat khawatir jika diakibatkan dosa diri sendiri lalu orang lain yang harus menanggung bebannya.

Semua itu terjadi begitu saja. Sebelum meminta maaf orang lain tiba-tiba datang meminta maaf padahal diri sendirilah yang salah. Saat sedang ngepo masalah tiba-tiba orang lain datang menceritakan masalahnya tanpa diminta. Saat doa dipanjatkan semua terasa mendapatkan kemudahan, namun saat lupa kesulitan pun datang.

Chemistry, seperti itu orang-orang biasa mengistilahkan hubungan seseorang pria dengan wanita. Mungkin seperti itulah gambarannya sebagaimana yang terjadi pada masa kepemimpinan 'Umar ibn Abdul Aziz. Bagaimana chemistry itu bisa terbangun? Ukhuwah...

Ukhuwah itu katanya tentang hubungan keimanan
Iman yang sehat akan melahirkan ukhuwah
Baik ukhuwah maupun keimanan,
keduanya membutuhkan ikhtiar-ikhtiar untuk dapat membuatnya bersemi

Ada usaha untuk mengerti bahkan sebelum saudara kita menceritakannya. Ada usaha untuk memahami sebelum saudara kita menjelaskannya. Ada usaha untuk meminta maaf sebelum saudara kita tau dimana letak kesalahan kita. Ada usaha untuk memberi maaf sebelum saudara kita meminta maaf. Ada usaha-usaha untuk menawarkan bantuan sebelum saudara kita meminta bantuan.

Prajurit-prajurit yang berbaris rapi dan siap melakukan peperangan selalu memiliki sandi-sandi yang dapat membantu manuver-manuver militer dalam medan laga. Sandi itu hanya bisa dipahami ketika mereka sudah bersepakat satu sama lainnya. Seperti itulah kurang lebih sebuah Ukhuwah. Ia mengajarkan kepada kita tetang keseragaman ruh yang bersepakat karena iman.

Selama menjalani aktivitas memimpin, kita pun akan menghadapi berbagai macam rasa. Ada kecewa, ada kejutan, ada takjub, ada kagum, begitu banyak naik turunnya.

Seperti roller coaster, kata salah satu pembina Karisma. Memang begitulah dinamika seorang pemimpin, baik pemimpin bagi kelompok kecil maupun kelompok yang lebih besar. Apalagi pemimpin bagi gerakan-gerakan dakwah yang dikenal dengan ciri khasnya sebagai tempat yang sedikit orangnya, banyak masalahnya dan panjang jalannya. Maka seorang pemimpin harus dapat belajar banyak dari dinamika kepemimpinan itu. Contohlah seorang 'Ali ibn Abi Thalib dan kisahnya bersama seorang gurunya...

***

Suatu ketika pada masa kekhilafahan 'Ali, beliau rahimahullah didatangi oleh beberapa orang penting yang berkunjung ke kediamannya. Kediamannya amat bersahaja bagi seorang khalifah yang memimpin sebuah wilayah besar warisan dari khalifah-khalifah sebelumnya. 'Ali pun berusaha menyuguhi tamu dengan hidangan terbaik yang Ia miliki, dipanggilnya lah pembantu rumahnya untuk menyiapkan hidangan tersebut.

"Fulaan," tidak ada jawaban. Padahal dalam rumah kecil tersebut rasanya suara kecil pun dapat terdengar dengan baik oleh orang lain. Dipanggilnya untuk yang kedua kalinya,

"Fulaan," masih belum ada jawaban. Ia coba yang ketiga kalinya dengan suara yang lebih keras,

"Fulaan," sepi

'Ali pun datang ke ruang dapur dan dilihatnya sang pembantu tengah tiduran sambil menatap langit langit rumah. Ia pun bertanya,

"Apakah engkau mendengar panggilanku?"
"Ya, aku mendengarnya dengan baik wahai 'Ali."
"Lalu mengapa engkau tidak menjawab panggilanku?"
"Aku ingin menguji sejauh apa engkau bisa bersabar."

Mendengar hal itu, 'Ali pun pergi mempersiapkan semuanya seorang diri dan menghidangkannya kepada semua tamu rumahnya dengan senang hati. Keheranan, para tamu pun berkata,

"Wahai 'Ali, bukankah engkau memiliki pembantu di rumahmu?"
"Ya." Jawab 'Ali dengan tersenyum
"Lalu mengapa Ia tidak membantumu mempersiapkan semuanya? Biar kami carikan pembantu yang baru saja!"
"Tidak perlu," Jawab 'Ali, "Ia adalah guruku dalam hal kesabaran."

***

Tabaarakallah yang telah melahirkan dalam rahim umat ini pemimpin-pemimpin shalih seperti 'Ali ibn Abi Thalib sehingga generasi setelahnya dapat belajar banyak dari kisah-kisah mereka. Mungkin terkadang kita merasa kesal disaat berdiskusi atau meminta tanggapan dari anggota namun tidak ada jawaban. Tapi berbeda dengan seorang 'Ali. Siapapun dapat menjadi guru bagi kita :)

Selamat belajar :)

Jangan lupakan saudara-saudara kita dalam setiap do'a
Jangan lupa untuk terus berusaha menjadi pribadi-pribadi bertaqwa
Sebab dengannya lah kita bisa mengambil kekuatan dari langit
Sebab dengannya lah Allah mantapkan setiap langkah
Sebab hanya dengannya lah kita dapat meraih kedudukan mulia di sisi Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar