Selain Masjidil Aqsha terdapat dua kata aqsha lain pada dua ayat berbeda di dalam Al Quran. Yasin ayat 20 dan Al-Qashash ayat 20. Yaasin bercerita tentang seorang pria bernama Habib ibn Surri An-Najjar, sementara Al Qashash bercerita tentang Nabi Musa. Apa yang istimewa dari kedua ayat itu?

Allah memilih kata rajulun yang bermakna pria. Sederhananya kita dapat berkata, "Orang mah banyak, tapi yang namanya laki itu sedikit." Sebab rajulun adalah sifat yang mencakup sifat jantan, gentleman. Mengapa Allah sifati kedua pria dalam dua ayat tersebut sebagai rajulun? Sebab mereka adalah dua orang pemuda yang tergerak untuk bangkit. Habib ibn Surri bergerak untuk memberitahu umatnya akan para pembawa risalah yang tulus.

Sementara pada kisah Musa, kita mengenal rajulun ini sebagai orang yang bergerak untuk menyelamatkan hidup seorang pembawa risalah atas izin Allah. Suatu ketika orang itu datang mendatangi nabi Musa kemudian berkata, "Wahai Musa, para pembesar sudah berencana untuk mengejarmu. Pergilah! Saya tengah menasihatimu dengan tulus."

Siapa pembebas itu, ialah rajulun. Seorang yang "laki", gentleman.

Ciri yang lainnya dapat kita temukan saat menelisik kembali epik sejarah para pembebas Al-Aqsha. Benang merah yang menarik akan kita temukan setelah mengetahui nama-nama mereka: Imam Al Ghazali, Shalahuddin Al-Ayyubi, Abdul Qadir Jailani, Quthuz. Apa yang sama dari mereka?

Pembebas pertama Umar ibn Khattab, seorang yang bahkan kehadirannya amat ditunggu oleh pastur Jerussalem, Patriach Sophronius. Pengepungan oleh Khalid ibn Walid dan Abu 'Ubaidah ibn Al-Jarrah terhadap Jerussalem tidak membuat Sophronius mau memberikan kunci kota. Ada tiga syarat yang ia minta
  1. Penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan peperangan
  2. Pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir
  3. Khalifah diminta datang ke Yerussalem untuk menerima kunci kota
Mendengar kabar itu 'Umar bersama seorang khaadim bersegera menuju Yerussalem. Di dalam perjalanan, keduanya saling bergantian menunggangi unta. Qadarullah, sesampainya di Yerussalem adalah giliran Umar yang menuntun unta sementara khaadim-nya berada di atas unta. Orang-orang kala itu langsung mengira bahwa yang duduk di atas unta ialah khalifah Umar. Tapi Patriach Sophronius tidak, ia segera mendatangi 'Umar ibn Khattab hingga Umar terheran, "Mengapa engkau mengetahui yang mana Umar ibn Khattab?" tanya Umar. "Sebab kisah penaklukkan Yerussalem sudah diceritakan dalam kitab kami dan di sana berkata bahwa penakluk Yerussalem ialah orang yang datang menuntun seekor unta."

Kehadiran muslimin di kota Yerussalem disambut dengan sangat baik. Penakluk kota ini, Abu Ubaidah ibn Jarrah amat dicintai oleh penduduknya. "Kehadiranmu di tengah kami lebih kami cintai daripada hawari nabi Isa." begitulah ekspresi kecintaan mereka kepada penakluknya.

Hal yang terjadi pada Abu Ubaidah terjadi pula pada Shalahuddin Al-Ayyubi. Sejarah mencatat Shalahuddin sebagai pemimpin yang amat baik. Bahkan sejarawan barat pun menyebutkan kebaikan-kebaikan beliau. Tentang bagaimana belas kasihnya kepada lawan, tentang bagaimana ia mengirimkan dokter pribadinya saat lawan tengah jatuh sakit, tentang bagaimana kehadirannya di Yerussalem tidak menumpahkan darah sebagaimana yang dilakukan pasukan salib kepada muslimin pada perang sebelumnya oleh Godfrey. Ya, para penakluk itu dikenal baik dan dicintai oleh kawan maupun lawan. Ciri kedua.

Ciri ketiga akan mempertemukan kita dengan berbagai nama.

Pada tahun 1047 M, Imam Al-Ghazali menangis di masjidil Aqsha. "Bisa jadi sebentar lagi kita akan kesulitan untuk berjalan kesini," ujarnya lirih, membuat orang-orang di sekitarnya terheran-heran sebab Al-Aqsha masih baik baik saja. Apa yang menjadi firasat beliau terjadi, tahun 1099 M Al-Aqsha jatuh ke tangan pasukan salib. Melihat hal tersebut, pada tahun 1103 M Imam Al-Ghazali melakukan perjalanan berkeliling Aleppo, Damaskus, Kairo berusaha mengkampanyekan pembebasan Masjidil Aqsha. Hasilnya? Kegagalan. Pesimisme di tengah umat masih terlalu besar. Akhirnya beliau pergi ke daerah Thuus di pedalaman Afghanistan. Menulis kitab Ihya 'Ulumuddin untuk dapat meluruskan perkara ibadah dan tsaqafah umat. Imam Adz Dzahabi berkomentar, "Kalau saja tidak ada ilmu musthalah hadist maka kitab Ihya Ulumuddin adalah kitab terbaik setelah Al Quran dan Sunnah." Dari mana Imam Al-Ghazali berasal? Dari tempat jauh bernama Thuus

Tokoh berikutnya yang meneruskan usaha Imam Al-Ghazali bernama Abdul Qadir Jilani dari sebuah daerah bernama Jilan. Dari karya Imam Al-Ghazali, beliau membuat kurikulum lalu membuat berbagai kuttaab dan rubaat tempat belajar ibadah dan tsaqafah Islamiyah. Kelak murid-murid beliau diminta untuk bergabung dengan Imaduddin Zanki dari Turkmenistan, tempat yang tidak kalah jauh pula daripada Jilan.

Tokoh selanjutnya masih memiliki hubungan dengan Imaduddin Zanki. Ia memiliki anak yang bernama Nurdin. Sahabatnya bernama Asaduddin Syirkuh dari Kurdi Azerbaijan, tempat yang lebih jauh lagi daripada Turkmenistan. Asaduddin Syirkuh ialah kakak dari Najmuddin Ayyub yang mana anaknya bernama Yusuf. Kelak Yusuf lebih dikenal pada masa berikutnya dengan nama Shalahuddin Al-Ayyubi.

Terakhir ialah Quthuz, orang yang menyelamatkan Yerussalem dari serbuan pasukan Mongol. Ia berasal dari sebuah daerah bernama Kaukakus, tempat yang lebih jauh lagi daripada Turkmenistan. Dalam perang penentuan, Ain Jalut pasukan mongol mengalami kekalahan. Semenjak saat itu semua serbuan pasukan Mongol terpukul mundur ke timur hingga salah satu anak Gengis Khan masuk Islam.

Sudah menemukan kesamaannya? Ya, semua pembebas dan orang-orang pemilik peran sentral dalam pembebasan Al-Aqsha adalah orang-orang yang justru berasal dari tempat-tempat terjauh umat Islam dari Baitul Maqdis. Maka saat ini, di mana daerah muslim yang lokasinya paling jauh dari Al Aqsha.

Kemudian terakhir, di antara sunnah yang banyak diamalkan oleh para penakluk Al-Aqsha adalah sunnah nabi yang tidak pernah tidur sebelum beliau membaca Al Quran surat Al Isra dan Az Zumar. Allahumma sempatkanlah kami shalat di dalam masjidil Aqsha dan ia dalam keadaan merdeka lagi mulia.

Sumber: Al Aqsha menanti Al Aqsha, Ustadz Salim A Fillah
Masjid Baiturrahman, 5 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar