Tak sampai satu hari setelah diangkat menjadi ketum, handphone dipenuhi notifikasi dari berbagai media sosial. Bunyi setiap pesan senada: Baarakallah, innalillah, semoga dikuatkan pundaknya, dimudahkan urusannya, diberkahi amanahnya, jadi karya yang mengabadi hingga jannah-Nya. Meski hanya berupa pesan, rangkai kata yang mereka berikan meninggalkan kesan.

Tapi kesan mendalam tidak hanya berhenti sampai di situ saja...
Dari sekian banyak pengirim, tak sedikit di antaranya berasal dari kakak tingkat Karisma yang bahkan tak begitu akrab dengan Asa. Hal yang sama didapatkan juga oleh Lembaga Tinggi Karisma 35 lainnya. Wow! Sebegitu perhatiannya ya?

Terdapat berbagai macam alasan yang dahulu membuat Saya meneguhkan diri untuk berkarya di Karisma, tidak di organisasi lainnya. Saya merasa organisasi ini adalah organisasi pembelajar. Belum ditambah kultur organisasinya yang memikat. Banyak orang merasa jatuh cinta dengan budaya organisasi yang amat mengeluarga.

Dalam beberapa organisasi, kehadiran senior kadang kala justru memberikan efek horor dan teror. Bicara teror, tentu respon paling asik untuk menanggapinya adalah "Kami tidak takut!" atau "Lawan!"

Hal yang berbeda Asa temukan dalam Karisma. Tak jarang dalam berbagai kesempatan kehadiran alumni dalam kegiatannya mewujud menjadi selaksa semangat bagi adik-adiknya. Walau sekadar membawa susu kotak, atau tulisan ala ala dalam sticky note beserta snack ala kadarnya. Kedatangan mereka disambut dengan suka cita. Kegiatan sidang umum yang serius bisa mengalami skorsing yang lama saat alumni datang disambut dengan senyum yang tulus, jabat tangan yang mantap dan pelukan yang erat. Lagi lagi respon Saya terhadap organisasi ini adalah... Wow!

Satu pekan yang lalu, sekolah lembaga tinggi dilaksanakan. 4 generasi lembaga tinggi sebelumnya masih bisa diundang untuk berbagi dan mengantar para penerus yang akan berkarya di kemudian hari

Semoga kultur seperti ini tetap lestari :)

Aku sudah siap pergi,
dan hasratku pergi dengan layar sepenuhnya terbuka tinggal menunggu angin.
Tinggal setarikan napas lagi yang kuhirup di udara yang tenang ini,
tinggal satu tatapan kasih lagi yang kuarahkan ke belakang.
Dan kemudian, Aku akan berdiri di antara kalian,
seorang penjelajah laut di antara para penjelajah laut.
Dan kau, laut luas, ibu yang senantiasa terjaga.
Yang merupakan kedamaian dan kebebasan bagi sungai dan anak sungai.
Tinggal melingkar sekali lagi anak sungai ini,
tinggal gumam terakhir terdengar di lembah ini.
Dan kemudian, aku akan sampai padamu,
setetes air bebas ke dalam samudra lepas
~ Khalil Gibran, Al-Musthafa~

Selamat berlayar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar