Keluarga dan Peradaban


Keluarga dalam kehidupan kita sehari-hari lebih banyak dilihat sebagai tempat kembali. Bagi sebagian orang berkeluarga dengan orang yang senantiasa didoakan selama ini mungkin menjadi life goals. Beberapa yang lain bahkan mungkin menganggap keluarga sebagai ATM saja karena kehadiran keluarga hanya terasa secara finansial.

Terlepas dari beragam anggapan orang terhadap keluarga, tidak banyak orang yang memahami bahwa keluarga memiliki peran lebih besar daripada itu. Bahkan keluarga dapat menentukan masa depan bangsa mereka.

Secara umum, peran keluarga dalam masyarakat memang mengalami penurunan bila dibandingkan dengan masa-masa prarevolusi industri. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan keluarga saat itu menjadi sebuah komunitas kecil namun solid yang saling membantu untuk bisa memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Berbeda dengan saat ini, berbagai hal yang dahulu dijaga oleh keluarga telah diambil alih perannya oleh pasar dan pemerintah: akses kesehatan, jaminan sosial, keamanan dsb. Lantas apa yang akan terjadi saat peran keluarga semakin hilang dalam masyarakat?

Cultural and Social Controversies


Today’s cultural and social controversies and trends happened because of family. Family is fate of civilization itself. ~ Carle C. Zimmerman ~


Carle C. Zimmerman (1897-1983) merupakan seorang sosiolog Amerika yang menulis buku Family and Civilization. Ia menjelaskan bahwa berbagai macam masalah sosial yang kita dapatkan hari ini terjadi dikarenakan berkurangnya peran keluarga. Itulah sebabnya masa depan dari sebuah peradaban ditentukan oleh keluarga. Apa hubungannya masalah sosial dengan keberlanjutan peradaban?

Secara sederhana:
  1. Perilaku free sex, perselingkuhan dan pornografi akan menyebabkan perceraian, keretakan keluarga dan menyebarkan beragam penyakit menular
  2. Keretakan keluarga akan merusak stabilitas sosial, sikap kewarganegaraan yang baik, perkembangan pendidikan berkontribusi pada meningkatnya tingkat kejahatan, pengasingan anak muda hingga bunuh diri
  3. Stabilitas sosial yang rusak akan mengarahkan sebuah bangsa pada kemunduran dan kemusnahan

Keruntuhan Moral - Data dan Fakta


Arnold Toynbee, seorang sejarawan mengatakan dalam artikel Why Character Matters: How to Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity and Other Essential Virtues yang ditulis oleh Thomas Lickona,

Out of twenty-one notable civilizations, nineteen perished not by conquest from without but by moral decay from within.


Dari 21 peradaban unggul, 19 diantaranya musnah bukan karena penaklukan atau perang. Namun, dikarenakan pudarnya nilai moral dari dalam. Pola yang sama bisa kita dapati dalam sejarah beberapa peradaban Islam seperti keruntuhan Andalusia dan Baghdad. Selain dikarenakan hilangnya persatuan, jatuhnya nilai moral banyak disebut dalam masa-masa akhir peradaban tersebut.

Sosiolog Dr. Pitrim Sorokin dalam studinya terhadap kebudayaan umat manusia sepanjang ribuan tahun menemukan bahwa beragam revolusi politik yang menyebabkan runtuhnya masyarakat selalu diawali secara tidak langsung oleh revolusi sosial dimana pernikahan dan keluarga kehilangan nilainya.

Terakhir, masih mengangkat penelitian dari Dr. Carle Zimmerman dalam bukunya yang berjudul Family and Civilization, ia menemukan 8 pola yang mengarahkan suatu bangsa pada kemunduran. Risetnya dapat dilihat dalam link berikut

http://www.case-studies.com/nation-in-decline

Pola-pola yang muncul:
  1. Keretakan pernikahan dan meningkatnya angka perceraian
  2. Hilangnya makna tradisional dari acara pernikahan
  3. Menyebarnya pemahaman feminisme
  4. Meningkatnya sikap tidak hormat kepada orang tua dan otoritas
  5. Bertambahnya kasus kenakalan remaja, pergaulan bebas dan pemberontakan anak muda
  6. Penolakan yang dilakukan oleh mereka yang sudah menikah terhadap tanggung jawab dalam keluarga
  7. Meningkatnya kasus perzinaan dan tuntutan untuk menerima perilaku perzinaan
  8. Meningkatnya kejahatan yang berkenaan dengan seks dan menyebarnya perilaku penyimpangan sosial (homoseks dan lesbian)

Adapun pada kerajaan Romawi dan Yunani ia meneliti dan menyimpulkan terdapat 11 gejala kemunduran yang sama dari keduanya:
  1. Perceraian
  2. Ketidakhormatan terhadap orang tua
  3. Ritual pernikahan yang kehilangan pemaknaan
  4. Pudarnya kebanggaan terhadap pahlawan terdahulu
  5. Penerimaan terhadap alternatif pernikahan
  6. Merebaknya feminisme, narsisisme, hedonisme
  7. Munculnya propaganda antikeluarga
  8. Penrimaan terhadap perzinaan dan bentuk lainnya
  9. Pembangkangan anak-anak
  10. Meningkatnya kenakalan remaja
  11. Penerimaan terhadap berbagai bentuk penyimpangan sosial

Sudah selesai? Belum. Patrick Fagan dari The Heritage Foundation mengatakan saat berbicara mengenai The Breakdown of The Family,

“When the number of single parent families reaches about 30%, the community begins to break down, and the rate of crime begins to soar. The community changes from a supportive environment to one that jeopardizes the development of children… whenever there is too high a concentration of broken families in any community, that community will disintegrate."


Fakta dan data ini adalah fakta dan data yang tidak akan banyak terangkat ke permukaan oleh para pegiat propaganda free sex, feminisme dan lain sebagainya. Padahal, bisakah disebut sebagai sebuah kesetaraan ketika kesetaraan itu justru mengorbankan masa depan bangsanya sendiri? Layakkah disebut benar?

Secara tidak sadar mungkin kita tengah mendukung atau membiarkan bangsa kita berjalan menuju kerusakan di balik berbagai propaganda yang nampak menggoda. Sadarkah?

Amerika Kini


Saat ini USA, negara yang digadang-gadang sebagai negara demokratis, liberal, penjunjung kesetaraan tinggi dan berbagai gelar hebat yang disematkan kepadanya telah merasakan dampak dari runtuhnya pondasi keluarga.

Pada tahun 1970-2000 berdasarkan data yang diperoleh dari US Bureau of the Census Current Population Reports ditemukan bahwa USA saat itu tengah mengalami:
  1. Angka pernikahan menurun sepertiga
  2. Angka perceraian meningkat dua kali lipat
  3. Pasangan menikah yang memiliki anak menurun sepertiganya
  4. Kelahiran di luar pernikahan meningkat tiga kali lipat
  5. Kohabitasi (pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan) meningkat 1000%

Selain itu studi yang dilakukan pleh Tom Clegg dan Warren Bird dalam bukunya Lost in America saat membahas gerakan kristenisasi di Amerika menyatakan bahwa Amerika telah berhasil menjadi yang terdepan dalam:
  1. Persentase keluarga single-parent (23%)
  2. Angka aborsi (23 dari 1000 wanita usia 15-44)
  3. Kasus penyakit kelamin menular
  4. Angka kelahiran usia remaja
  5. Penggunaan obat-obatan ilegal oleh pelajar (44,9% pada tahun ‘98)
  6. Jumlah populasi yang dipenjara 327 dari 100.000 orang

Melihat fakta-fakta berikut membuat saya ngeri membayangkan Indonesia kelak jika bernasib sama seperti "negara maju" paman Sam. Berbagai kemajuan yang diagung-agungkan meninggalkan keretakan besar pada pondasi masyarakat yang membangunnya. Apalah artinya kemajuan jika di kemudian hari para penggerak negerinya justru menyebabkan berbagai masalah sosial? Tanpa penanganan yang serius mungkin kita akan terus melihat kemunduran moral dari US yang akan menyebabkan kemunduran bangsanya.

What Should We Do


Secara singkat setelah kita memahami beragam fakta sejarah tadi, kita akan memahami gambaran besar fungsi dan peran keluarga. Mungkin juga mendapatkan perspektif baru dari apa yang selama ini dikira sebagai sebuah tempat bernaung saja dan hal lainnya. Oleh karenanya setiap usaha untuk menguatkan peran keluarga dan pernikahan perlu kita dukung dalam tatanan kehidupan saat ini: regulasi, budaya hingga aplikasi yang bisa mendukung peran-peran keluarga. Tulisan ini tidak akan membahas secara rinci apa yang perlu kita lakukan di kemudian hari sebab mengupas hal ini mungkin perlu lebih banyak judul tulisan. Saya amat menunggu diskusi-diskusi setelah ini yang bisa kita lakukan. Hubungi Saya melalui beragam media sosial yang bisa kamu temukan informasinya di blog ini.

Mari, bangun keluarga, bangun generasi, bangun bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar