Dakwah itu ibarat pendakian sebuah gunung berbatu yang panjang lagi terjal. Jalan lurus yang selama ini selalu kita pinta dalam setiap shalat tidak semulus namanya. Jalan yang lurus bukan berarti jalanan yang mudah tempuhannya lagi lancar bebas dari hambatan apa pun. Dakwah memang tidak menjanjikan sebuah pendakian yang mudah, namun Allah sudah menjanjikan tujuan akhir yang indah bukan? Lalu, bagaimanakah keadaan jalan yang lurus itu?


Untuk bisa sampai pada tujuan akhir dari jalan yang lurus, tidak jarang seseorang mendapati jalur pendakian yang terjal lagi licin. Tidak jarang seseorang tersandung atau tergelincir hingga terjatuh dan pakaian pun penuh dengan debu. Bahkan lebih buruknya pendakian itu dapat mencelakakan para pendaki dan membuat mereka selamanya tak dapat kembali. Alas kaki rusak karena menghadapi rute pendakian yang tak mudah. Bekal habis tak bersisa di tengah perjalanan. Sulit sekali bukan?

Ada beberapa pendaki yang memilih untuk diam, berharap tiba-tiba sebuah keajaiban membuatnya sampai seketika di puncak gunung. Ada pula beberapa pendaki yang berputus asa, mereka memilih untuk berpaling dan kembali turun dari perjalanan panjangnya. Beberapa masih berusaha terus mendaki dengan segenap kekuatan yang terisisa dalam diri. Beberapa yang lainnya dengan bersemangat terus berlari ke atas puncak tanpa menghiraukan teman-teman yang ada di bawahnya, bahkan lompatan-lompatannya justru membuat bebatuan besar di gunung tersebut jatuh melukai pendaki di bawahnya. Sebagian yang lain mendaki bersama-sama, sambil membersihkan rintangan pohon-pohon berduri yang menghalangi jalan, membuatkan tangga-tangga sehingga para pendaki di belakangnya dapat melalui perjalanan dengan lebih mudah.

Memang terkadang perjalanan itu dapat membuat kita berputus asa, rasanya ingin segera berakhir saja, lelah badan ini dipaksa berlari padahal sudah tercabik-cabik duri disana sini. Lalu haruskah selama menempuh pendakian itu kita berkeluh kesah?

Beberapa orang terus mendaki, berusaha menempuh perjalanan yang sulit itu dengan senyum. Apalah artinya berkeluh kesah, menumpahkan sumpah serapah dan hanya mengatakan orang lain yang salah?


Beberapa pendaki lainnya menempuh jalan itu dengan suka cita. Mengapa harus bersedih jika di puncak nanti ada pemandangan indah menunggu kita? Bahkan dalam pendakian pun masih saja ada pendaki yang dapat berpose dengan mantap dan bergaya.


Kemudian akhirnya kita pun sampai di puncak perjalanan itu. Alhamdulillah, bahagia rasanya dapat sampai di puncak bersama sahabat-sahabat yang lainnya. Merasakan angin yang berhembus menghapus keringat, melihat keagungan-Nya yang menakjubkan, menyaksikan pemandangan indah yang memanjakan mata. Terbayar sudah semua lelah...

Sedikit cerita mengenai dakwah yang diambil dari perjalan Tumers Karisma periode 35 ke Padalarang beberapa waktu yang lalu. Perjalanan dari Salman ke Gua Pawon, dilanjutkan dengan pendakian menuju Stone Garden. Hari tumers 35 sedunia yang sukses dan membangkitkan kembali semangat kita semua. Semoga Allah menguatkan pundak para pemimpin ini untuk mengemban amanah masing-masing, aamiin...


Tiga dan lima, jadinya 35. Kok pas ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar