"Kang pengen ketemu, mau diskusi terkait kaderisasi dan dakwah di kampus."
"Ok boleh, tapi saya jawab sebisa saya aja ya. Bukan pakar di sini."
"Ga papa kang."

Obrolan singkat di whatsapp mengantarkan Saya untuk bertemu seorang aktivis dakwah dari sebuah kampus di kota Bandung. Saya tidak begitu mengerti kenapa Ia memilih Saya sebagai teman bercerita sebab rasa-rasanya ada orang lain di kampus yang lebih mumpuni wawasan maupun pengalamannya di medan dakwah kampus. Ia pun menceritakan alasan Ia datang bertanya kepada Saya. "Dawah di kampus sedang turun. Pengaruh anak-anak LDK sudah mulai hilang di kampus kang. Pemimpin-pemimpin kampus kini tidak lagi dipegang oleh aktivis dakwah. Adakah yang salah dengan kaderisasi di LDK-nya?"

Mendengar hal itu terjadi, maka apa yang Saya sampaikan kepadanya justru berhubungan dengan profesi dasar seorang muslim: da'i.

Merasa ada yang salah dari cerita singkat di atas?
Saya merasakannya. Tapi bagi Saya yang salah bukan soal kaderisasinya yang tidak bisa mengkader orang yang dapat memiliki pengaruh pada tampuk kepemimpinan. Bagi Saya yang salah adalah jika hal itu justru menjadi tujuan akhir dakwahnya.

Sejak kapan tujuan utama dakwah sebagai seorang da'i adalah untuk mengambil sebuah posisi? 

Disclaimer, Saya di sini tidak akan mengatakan bahwa posisi kepemimpinan adalah hal yang tidak signifikan atau penting dalam dakwah sebab mau bagaimanapun kekuasaan berperan sebagai pelindung dan penjaga Islam. Ia menguatkan dan menjangkau hal-hal yang tidak bisa dilakukan tanpa kekuatan "tangan".

Namun, Saya merasa ketika posisi justru menjadi hal utama yang menunjukkan parameter keberhasilan sebuah dakwah kampus maka akan ada banyak sisi lain dalam dakwah kita yang luput dari perhatian. Dakwah secara sederhana Saya artikan sebagai cara bagi seorang muslim untuk berada sedekat-dekatnya dengan mad'u (objek dakwah).

Maka da'i adalah orang-orang yang paling memahami keadaan objek dakwahnya. 

Saya melihat di lapangan terkadang kekuasaan ini menjadi hal yang terlalu dipaksakan sementara kualitas kader tidak dibentuk dengan matang. Akhirnya terdapat beberapa kasus dimana pemimpin dari kalangan aktivis dakwah justru nampak tidak mampu mengemban amanahnya dengan baik -bisa jadi itu termasuk diri Saya- . Strategi dakwah beralih fokus menjadi bagaimana cara menaikkan popularitas aktivis LDK di kalangan massa kampus hingga setting forum dalam agenda debat atau unjuk dengar calon pemimpin.

Sementara itu ketika kita dapat mengalihkan fokus utama kita kembali pada tugas kita sebagai seorang da'i yang seharusnya, maka kita dapat memiliki waktu lebih banyak untuk memikirkan ide-ide lain yang segar untuk menjangkau mad'u kita. Belajar dari pengalaman sebagai ketua Muslim Kimia ITB, Saya merasa kadangkala yang dibutuhkan mad'u tidak sesulit yang kita bayangkan. Sekadar memberikan kartu ucapan selamat menunaikan amanah di himpunan, berbagi permen sebelum ujian, mengajak dosen memulai kelas dengan do'a, memberikan kartu ucapan selamat idul fitri kepada para dosen dan sebagainya justru memberikan kesan mendalam bagi mad'u.

Selengkapnya ada dalam tulisan berikut: Kamamuki Semangat Berbagi

Kasus lain yang lekat dengan aktivitas di kampus misalnya dalam pemilihan ketua himpunan jurusan. Mengambil posisi penting dalam kaderisasi dirasa mampu menjadikan proses kaderisasi di jurusan lebih Islami melalui peraturan yang dibuat di dalamnya. Semisal tidak ada proses kaderisasi yang melewati waktu shalat, jam malam bagi perempuan dsb. Padahal strategi lain dapat dilakukan juga untuk tetap memperoleh tujuan itu. Misal mengatur kontrak belajar agar tidak melewati jam ibadah, memberikan data dan diskusi rasional terkait risiko yang dapat timbul dari kegiatan larut malam bagi perempuan walau dalam praktiknya meyakinkan panitia kaderisasi untuk menghilangkan jam malam tidak semudah itu dilakukan. Poinnya: Masih banyak cara lain kalau tujuannya benar.

Belajarlah strategi dakwah sebagaimana masjid Jogokariyan di Jogja. Saya belajar banyak tentang kreativitas dakwah dari masjid ini. Fokus kepada mad'u bisa membuat masjid ini dapat melihat potensi-potensi ranah dakwah yang dekat dengan mereka: Membuat turnamen game online dengan peraturan yang unik, menyediakan sembako yang murah bagi warga, mengundang warga untuk datang ke masjid melalui undangan yang dikemas mirip desain undangan pernikahan, merangkul komunitas sepeda onthel hingga komunitas memancing.

Yuk pahami kembali kebutuhan mad'u kita. Ada begitu banyak peran kosong yang bisa kita lengkapi dari aktivitas sehari-hari mad'u. Mungkin itu teman berdiskusi, ajakan kebaikan yang berkesan atau sesederhana apresiasi.

Selamat belajar menjadi da'i.

In frame: Rohis kelas TPB FIMPA ITB. Tempat saya belajar bahwa dakwah tidak soal mengambil tampuk kepemimpinan

Cek juga tulisan lainnya di bawah ini:

--------------------------------------------

Dakwah Kampus

Pena 1. Fokus Dakwah yang Salah Mematikan Kreativitas Di Dalamnya

Pena 2. Kamamuki Semangat Berbagi

Pena 3. Ide Dakwah LDK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar