Impian dan tekadnya sudah bulat, "Menjadi lem bagi umat." Lem yang merekatkan bagian-bagian yang renggang. Tak terlihat, namun menyatukan. Seiring berjalannya waktu ia temukan ustadznya dan beberapa sahabat dekatnya memiliki impian yang sama. Senyum merekah, ia semakin bersemangat untuk mengajak lebih banyak orang berpikir dengan visi besar yang sama. Ia pun mengumpulkan beberapa orang dalam sebuah lingkaran kecil, membahas cita bersatunya umat Islam di Indonesia. Ia sampaikan gagasannya dengan penuh optimisme. Usai pertemuan melingkar itu salah seorang peserta menuliskan sebuah pesan melalui media sosialnya,

"Tidak ada ukhuwah yang berdiri di atas manhaj warna warni. Yang ada akan menjadi ukhuwah semu saja."

Rasanya sudah sangat lama sekali Asa tidak lagi bertemu guru yang amat menginspirasi ini. Ustadz Jazir namanya, pria yang sudah menjadi ketua DKM Jogokariyan Jogjakarta dengan berapi-api menyampaikan pesan persatuan kepada musafir-musafir yang tengah mengunjungi masjid itu.

"Dahulu masjid kampus menjadi tempat bersatunya umat Islam. Tapi karena pandangan picik dan sempit dari sebagian orang justru dari masjid kampuslah perpecahan itu saat ini terjadi!" Ujar beliau.

Sebagai sosok yang pernah merasakan bagaimana manisnya persatuan di zaman perjuangan dan betapa persatuan dapat membendung berbagai bentuk kemunkaran, meningginya suara beliau kala itu rasanya cukup bisa Asa mengerti. Rasanya sama seperti saat sebuah cita yang ia sebarkan kepada lingkarannya dibalas dengan nyinyiran "ukhuwah semu"

"Tak perlu kamu pedulikan nyinyiran itu," pesan beliau. "Jangan sampai kita menjadi seperti musyrikiin yang memecah belah agamanya sendiri dan mereka menjadi berbangga dengan kelompok mereka masing-masing." 

Tegas beliau seraya mengutip surat Ar-Ruum.

“Dan janganlah kamu termasuk orang yang menyekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” [Ar-Rum : 31-32]

Masjid harus bisa menjadi tempat menghimpun kembali persatuan umat yang tercerai berai. Bukan justru menjadi tempat perebutan pengaruh serta perseteruan antarkelompok. Seruan untuk bersatu perlu disuarakan oleh para pemuka agama sebab sejatinya umat mengikuti apa yang disampaikan guru-guru mereka. Maka peta dakwah Indonesia di masa yang akan datang ditentukan oleh kemana ulama mengarahkan suara serta tujuan umat.

Islam adalah agama yang satu, ruhnya dihimpun dengan kalimat tauhid, barisannya dieratkan dengan ukhuwah Islamiyah. Sungguh kekhawatiran itu amat terasa bagi Asa. Jika kelak keadaan yang sama seperti di era 60-80 an kembali terjadi, akankah umat Islam siap untuk bersatu membendung para pembenci tauhid?

Orasi menggugah ustadz Jazir menghangatkan dinginnya pagi di kota Jogja. Pesan persatuan ditutup dengan pembacaan puisi yang menghimpun semangat itu, Cordova.

Cordova… oh… Cordova…
Istana singa telah jadi museum
Mesjid Abdurrahman tinggal puing-puing
Universitas Castilia telah jadi biara
Semua… semua kegemilangan telah lenyap
Tuan tahu mengapa ini bisa terjadi?
Ini terjadi akibat perpecahan
Perpecahan pemimpin Islam
Kini tinggal kisah… kisah Andalusia
Segagah Islamiyah hanya satu… satu bukan dua
Yaitu bersatu… sekali lagi bersatu
Tauhid
Ijtihad

Kami tidak ingin Indonesia menjadi andalusia
Penuh kisah biadabil ambisius
Menggadai-gadaikan umat pada segelintir pedagang
Mengkotak-kotakkan umat berfirqah-firqah
Lalu mengadu mereka penaka domba
Aku rindu pada binaan rumah tangga Islam Indonesia
Satu Ukhuwah… Satu Shaff… Satu Komando… Satu cita-cita
Pembawa nama Allah yang kekal dalam sejarah
Hidup persatuan muslim… hidup persaudaraan muslim
Lailahaillallah… Muhammadurrasulullah

Karya: Alm. H Yunan Helmy Nasution

----------------------------------------
Thought Inspired by Ust Jazir

Pena 1. Pejuang Ukhuwah Semu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar